Analisis
Pengertian Hadits, Sunnah, Khabar dan Atsar
MAKALAH
Disusun
untuk memenuhi tugas
Mata
kuliah : Ulumul Hadits
Kelas
: PGMI 1B
Dosen
pengampu : IKHROM , DRS.,M.A.g.

Disusun
oleh :
HENI
PUJI ASTUTI (123911051)
IFFA
QORRI AINA (123911052)
IMRO’ATUL
AZIZAH (123911053)
FAKULTAS
TARBIYAH
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012
Kaum
muslimin tentunya menyadari pentingnya Hadits, Sunnah, Khabar, dan Atsar dalam
sistem keagamaan mereka. Definisi ahli ushul membatasi pengertian sunnah hanya
pada segala sesuatu yang bersumber dari Nabi, baik perbuatan, perkataan, maupun
takrirnya yang berkaiatan dengan hikum syara’. Dengan demikian, sifat,
perilaku, sejarah hidup, dan segala yang bersumber dari nabi Muhammad saw yang
tidak berkaitan dengan hukum syara’, dan terjadi sebelum diangkat menjadi rosul
tidak dikatakan sunnah.
II.
RUMUSAN MASALAH
a. Bagaimana pengertian hadits dan sinonimnya
(sunnah, khabar, dan atsar ) menurut beberapa ahli ?
b. Apa
persamaan dan perbedaan pengertian hadits dan sinonimnya ?
III.
PEMBAHASAN
A. Analisis
Pengertian Hadits, Sunnah, Khabar, dan Atsar
A.1 Hadits
Kata Hadits berasal dari huruf ha, dal, dan sa, yang
berarti (adanya sesuatu setelah
tidak adanya) atau jadid (yang baru), yakni lawan qadim (yang lama). Selain itu
hadits berarti khabar (berita), atau kalam (pembicaraan) baik verbal maupun
lewat tulisan, pembicaraan sebagai arti hadits ini telah dikenal oleh
masyarakat arab dizaman jahiliyyah yakni ketika mereka mengatakan “hari-hari
mereka yang terkenal”dengan sebutan Al-hadits (buah pembicaraan).
Kata hadist berasal dari kata hadits, jamaknya
alhadits, hidtsan, dan hudtsan, tapi yang lebih popular adalah ahadits,
lafald inilah yang sering di pakai oleh para ulama hadits selama ini. Dari
segi bahasa kata ini banyak arti, diantaranya al-jadid (sesuatu yang
baru) yang merupakan lawan dari kata al-qadim (sesuatu yang lama).
Adapun menurut istilah, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama.
Misalnya, ulama hadits mengatakan hadits ialah segala ucapan, perbuatan,
pengakuan, dan segala keadaan yang ada pada Nabi Muhammad. Sedang menurut ulama
ushul mengatakan hadits adalahsegala perkataan, perbuatan, dan taqrir Nabi
Muhammad yang bersangkut paut dengan hukum islam.
Di dalam karyanya Studies in Hadith Methodology and Literature,
Muhammad Azzami, Menguraikan pengertian hadits secara lebih rinci. Menurutnya,
kata hadits yang terdapat dalam Al – Qur’an maupun kitab-kitab hadits secara
literal mempunyai beberapa arti sebagai berikut:
1. Komunikasi
Religius, pesan atau Al-Qur’an, sebagagimana terdapat dalam QS. Al-Zummar :23:
الله انزل احسن الحديث
كتابا الزمر
Artinya: ‘ Allah telah
menurunkan prekataan yang paling baik (yaitu) Alquran’.
2. Cerita
duniawi atau kejadian alam pada umumnya, seperti dalam QS. Al-An’am : 68:
واّذارايت الذين يخوضون
في اياتنافاعرض عنهم حتى يخوضوا فى غيره (الانعام
Artinya: ‘Dan apabila kamu
melihat orang-orang memperolok-olokan ayat-ayat Kami, Maka tinggalkanlah mereka
sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain’
3. Cerita
sejarah (Historical Stories) sebagaimana terdapat dalam QS. Taha(20):9:
وهل
اتاك حديث موس طه
Artinya: ‘ Apakah setelah
sampai kepadamu kisah Musa’.
Secara terminologis, ulama hadits pada umumnya
mendefinisikan hadits sebagai segala sabda, perbuatan, taqrir (ketetapan) dan
hal ihwal yang disandarkan kepada nabi Muhammad SAW. Hadits oleh mereka
disinonimkam dengan istilah sunnah. Berdasarkan Definisi tersebut, Maka
bentuk-bentuk hadits dapat di bedakan (1) Sabda(2) Perbuatan (3) taqrir,
dan (4) hal ikhwal Nabi Muhammad saw.,
yakni segala sifat dan keadaan beliau[1].
A.2 Sunnah
Sunnah adalah bentuk plural dari sunan berakhir dari huruf sin dan nun yang
berarti mengalir / berlalu sesuatu yang mudah. Secara etimologis, sunnah
berarti jalan/tatacara yang telah mentradisi, sehingga dikatakan فلان على سن ن فلانberarti pula seseorang
mengikuti jalan yang ditempuh seseorang.
Demikian pula اسن ن على ستته berarti متى على طريقة (berjalan
mengikuti jalanya). Sunnah juga beraarti praktek yang di ikuti, arah, model
perilaku atau tindakan, ketentuan, dan peraturan.
Didalam kitab Al-Afsah fi fiqh al lugah, sunnah
diartikan الطريقة المستوى (jalan
tengah). Senada dengan in, dalam Lisan Al Arab sunnah diartikan juga الطريقة المحمودة
المسقيمة (jalan
lurus yang terpuji) sehingga dikatakan فلان مف اهل
السنة maka artinya
adalah فلان اهل الطريقة(pengikut jalan lurus
yang terpuji).
Menurut ulama muhadisin ( traditionarist) sunnah
adlah segala sesuatu yang berasal dari Nabi berupa perkataan, ketetapan,
karakteristik etik dan fisik atau sejarah baik sebelum keNabian maupun sesudah
nya.
Disisi ulama ushul (usuliyyah) sunnah adalah segala
sesuatu yang disandarkan kepada Nabi selain Al Qur’an berupa perkataan,
perbuatan atau ketetapan yang menghasilkan dalil tentang hukum syari’at.
Ulama’ fiqh (fuqaha/jurist) adalah srgala sesuatu
yang ditetapkan Nabi yan tidak termasuk kategori fardu atau tidak wajib.[2]
Sedangkan menurut etimologi sunnah berarti “jalan”,
sedang menurut terminology ialah apa-apa yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik
perkataan, perbuatan atau takrir. Sunnah menurut terminology ini identik dengan
pengertian hadits. Menurut pendapat sebagian ulama bahwa pengertian sunah
dengan hadist itu berbeda, hadits terbatas pada perkataan dan perbuatan Nabi
SAW, sedang sunah lebih luas.[3]
Sunnah dalam pengertian kebahasaan: Jalan, baik yang
terpuji ataupun yang tercela. Dalam pengertian ini ialah sabda Nabi saw.”barang
siapa membuat sunnah yang terpuji maka baginya pahala sunnah itu dan pahala
orang lain yang melakukannya dan barang siapa menciptakan sunnah yang buruk
maka padanya dosa sunnah buruk itu dan dosa orang meninggalkannya sampai hari
kiamat “.
Menurut para ahli hadits sunnah adalah sesuatu yang
di dapatkan dari nabi, yang terdiri dari sabda, perbuatan, persetujuan, sifat
fisi atau budi, atau biografi, baik dari masa sebelum kenabian maupun
sesudahnya.3 Sunnah dalam pengertian ini sinonim dengan hadits
menurut sebagian dari mereka itu.
Menurut istilah para ahli pokok agama (Al-ushuliyyun) Sunnah ialah segala sesuatu
yang diambil dari nabi yang terdiri dari sabda, perbuatan dan persetujuan saja[4].
Menurut bahasa kata sunnah mempunyai beberapa arti,
diantaranya ialah jalan yang dilalui, tata cara atau perilaku, baik jalan
tersebut terpuji maupun tercela. Terkadang sunnah juga sebagai kebiasaan atau
tradisi.
Pengertian sunnah secara istilah menurut jumhur
ulama sama dengan pengertian hadits, yaitu segala yang dunukil dari Nabi
Muhammad, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun takrir, dan sifat-sifat
beliau, baik sebelum maupun setelah diutus menjadi Rasul. Menurut ahli ushul,
sunnah adalah segala sesuatu yang dinukil dari Nabi Muhammad , baik berupa
perkataan, perbuatan, atau takrir beliau yang berkaitan dengan hukum syara’.
Sedang ulama fiqh mendifinisikan sunnah sebagai
segala sesuatu yang dinukil dari Nabi Muhammad, baik perkataan, perbuatan,
maupun takrir beliau berupa ketetapan yang bukan hukum fardhu dan wajib.
A.3
Khabar
Khabar
menurut etimologi berarti “berita” kebalikan dari kata “insya’” yang berarti
mengarang. Menurut terminology, mengenai arti khabar terdapat 3 pendapat yaitu
:
a)
pengertian
khabar identik dengan hadits
b)
khabar ialah apa-apa sesuatu yang datang selain dari
Nabi, sedangkan hadits adalah kebalikannya. Sehingga, terkenal dengan sebutan
“muhaddits” bagi orang-orang yang menggeluti bidang ilmu hadits, dan disebut
“ikhbari”bagi orang-orang yang menggeluti bidang ilmu sejarahdan yang
sejenisnya.
c)
Pengartian
hadits lebih khusus daripada khabar, sehingga setiap hadits pasti khabar, namun
tidak setiap khabar pasti hadits.[5]
Khabar menurut bahasa “an naba”
(warta) sedang menurut terminologis, khabar sama dengan pengertian hadits. Kalau
hadits berasal dari Nabi, sedangkan khabar berasal dariselainnya. Sebagian lagi
mmengatakan bahwa hadits bersifat khusus sedangkan khabar bersifat umum.[6]
Sebutan lain yang dianggap muradif (sinonim) dengan
kata al hadits atau as sunnah ialah (al khabar) artinya berita. Menurut ulama’
hadits, kata khabar adalah searti dengan hadits. Pada mulanya biasa digunakan
untuk menyebut hadits-hadits marfu’, maukuf, dan mantuq, tetapi juga termasuk
didalamnya hadits-hadits yang bersumberkan dari nabi disamping dari sahabat dan
tabi’in hanya saja, terdapat sebagian ulama’ yang berpendirian bahwa al hadits
jelas berbeda dengan al khabar. Jika al hadits hanya untuk sebutan bagi
informasi yang bersumber dari nabi, sedangkan alkhabar untuk sebutan bagi
informasi yang bersumber dari selain nabi.[7].
Pendapat lain mengatakan, bahwa al khabar itu lebih
luas dan umum daripada al hadits, sebab al khabar mencakup apa yang datang dari
Nabi Muhammad SAW.dan selainnya, sedangkan al hadits hanya terbatas pada apa
yang datang dari Nabi Muhammad SAW.[8]
Ada
juga yang mengatakan, khabar dan hadits, di mutlakkan kepada yang sampai nabi
dari Nabi saw.saja, sedangkan yang diterima dari sahabat dinamakan atsar.[9]
A.4 Atsar
Atsar
menurut bahasa berati bekas sesuatu atau nukilan (yang di nukilkan) sedang
menurut istilah sebagian ulama ada yang menyamakan pengertianyya dengan hadits
dan khabar. Namun, sebagian yang lain membedakan atsar dan khabar atau hadits
yaitu memandan atsar sebagai sesuatu
yang disndarkan kepada sahabat dan tabi’in saja. Oleh karena itu, ulama
khurasan menyebut atsar terhadap riwayat yang mauquf.[10]
Al
atsar secara lughah berati bekas atau jejak. Para fuqaha memakai istilah atsar
untuk perkataan-perkataan ulama salaf, sahabat, tabi’in, dan lain-lain. Ada
yang mengatakan atsar lebih ‘aam (umum) dari pada khabar. Atsar dihubungkan
kepada yang datang dari Nabi saw. dan yang selainnya, sedangkan khabar
dihubungkan kepada yang datang dari Nabi saw saja.
An-Nawawy menerangkan bahwa fuqaha khurasan menamai
perkataan-perkataan sahabat (hadits mauquf) dengan atsar, dan menamai hadits
Nabi saw dengan khabar. Tetapi para muhadditsin umumnya, menamai hadits nabi
saw dan perkataan sahabat dengan atsar juga. Sebagian ulama’ memakai pula kata
atsar untuk perkataan-perkataan tabi’in saja. Az-Zaekasyy memakai kata atsar
untuk hadits mauquf.
Atsar menurut etimologi berarti “sisa-sisa
perkampungan” atau yang sejenisnya. Sedangkan menurut terminologi ada 2
pendapat yaitu :
a) Pengertian
atsar identik dengan pengrtian hadits, sebagaimana yang dikatakan oleh imam Al
Nawawi, bahwasanya para ahli hadits menyebut hadits marfu’ dan hadits mauquf
dengan atsar
b) Atsar
ialah sesuatu yang datang dari sahabat (baik perkataan maupun perbuatan). Dalam
hal ini atsar berarti hadits mauquf. Dan ini barang kali ditinjau dari segi
bahasa yang berarti bekas atau peninggalan sesuatu, karena perkataan dan
perbuatan merupakan sisa-sisa atau peninggalan dari Nabi SAW. dan oleh karena
yang berasal dari Nabi SAW disebut khabar, maka pantaslah kalau yang berasal
dari sahabat disebut atsar.
Dengan
demikian, jelaslah bahwa kata sunnah, hadits, khabar dan atsar adalah sinonim
yaitu sesuatu yang disandarkan Nai SAW atau kepada sahabat, atau kepada
tabi’in, baik yang berupa perkatan, perbuatan, taqrir, atau sifat. Sedangkan yang
membedakan antara yang datang dari Rosulullah saw, atau sahabat, atau tabi’in
adalah keterangan-keterangan dalam periwayatannya.
B. Persamaan
dan perbedaan Hadits, Sunnah, Khabar, dan Atsar
Beberapa
persamaan dan perbedaan antara Hadits, Sunnah, Khabar, dan Atsar antara lain :
a. Ditinjau
dari subjek sumber asalnya , adalah sama yaitu sama-sama berasal atau bersumber
dari Rosulullah.
b. Ditinjau
dari segi kualitas amaliyah dan periwayatanya, maka hadits berada dibawah
sunnah. Sebab, hadits merupakan suatu berita tentang suatu peristiwa yang
disndarkan kepada Nabi, walaupun hanya sekali saja beliau mengerjakannya dan
walaupun hanya diriwayatkan oleh seorang saja, sedangkan sunnah merupakan suatu
amaliyah yang terus menerus dilaksanakan oleh hati, beserta para sahabatnya
kemudian seterusnya diamalkan oleh generasi-generasi berikutnya dan sampai
kepada kita.
c. Ditinjau
dari segi kekuatan hukumnya, maka hadits berada dibawah sunnah. Oleh karena
itu, apabila alafaz hadits sengaja dipisahkan dari sunnah, kemudian diadakan
uruta secara kronologis tentang sumber hukum islam, maka urut-urutanya adalah
1.Al Qur’an 2. Sunnah 3.hadits. Sedangkan apabila istilah hadits tidak
dipisahkan dari sunnah, maka urutan kronologisnya adalah 1. Al Qur’an dan 2.
Sunnah(hadits).
Bisa
dikatakan juga bahwa khabar itu adalah sunnah rosul. Hadits bersifat umum, pada
abad 2 H, belum dipisahkan antara yang
berupa wahyu Allah(Al Qur’an) dan pada akhirnya dipakai khusus untuk hadits
Nabi saw saja. Sedangkan sunnah bersifat khusus untuk sunnah Rosul, pada abad 4
H, I’tiqat yang didasarkan kepada keterangan Allah dan Rosul serta tidak pada
rasio semata.
IV.
KESIMPULAN
Dari
pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa pada dasarnya hadits adalah segala
sesuatu yang datang dari nabi Muhammad. Sunnah adalah segala sesuatu yang
datang dari nabi Muhammad baik sesudah diangkat sebagai rosul maupun belum di
angkat menjadi rosul.
Khabar
adalah segala sesuatu yang datang dari sahabat yang di sanadarkan kepada nabi
Muhammad. Sedangkan atsar adalah sesuatu dari nabi Muhammad yang di sandarkan
kepada nabi Muhammad. Jadi dapat di simpulkan bahwa pada dasarnya hadits,
sunnah, khabar, dan atsar adalah sama, yaitu sama-sama berasal dari nabi
Muhammad saw.
Sedangkan
yang membedakan antara hadits, sunnah, khabar, dan atsar adalah yang membedakan
antara datang dari Rasulullah, sahabat, atau tabi’in dalah
keterangan-keterangan dalam periwayatannya.
V.
PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami
uraikan. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan. Karena sesunggahnya kesempurnaan hanya milik Allah dan kekurangan
milik kita manusia. Oleh karena itu, kritik dan saran kami butuhkan untuk
memperbaiki di waktu selanjutnya. Semoga amakalah ini bermanfaat dan menambah
referensi pengetahuan kita.
[1]
Musahadi ham, evolusi konsep sunnah,
(CV.Aneka Ilmu, anggota IKAPI cet 1,2000)hlm 30-31
[2]
Musahadi ham, evolusi konsep sunnah hal 21-26
[3]
Muhammad Alawi Al maliki, ilmu ushul fiqh
hal 45
[4]
DR.Musthafa Al-siba’I, sunnah wa
Makanathua fi al-Tasyri’ al-Islami , (pustaka firdaus,cet 1,1991)hlm 1
[5]
Muhammad Alawi Al Maliki, ilmu ushul hadits, hal 46
[6]
M.alfatih suryadilaga, ulumul hadits, hal 26
[7]
DRS.H.Alinrdin,N.PdI, Khulashoh Ulumu
Hadits,2004
[8]
Hafizh Hasan Al-Mas’udi, Ilmu Mustholah
Hadits, (al hidayah, Surabaya), hal 7
[9]
Prof.Dr. Teungku Muhammad Hasbi ash-shiddieqy, sejarah dan pengantar ilmu
hadits, (PT pustaka rizki saputra,semarang,2009) hlm12
[10]
M.alfatih surya dilaga, ulumul hadits, hal 26
Tidak ada komentar:
Posting Komentar